Jumat, 05 Mei 2017

Niat Wakaf

Niat wakaf harus disertakan ketika mewakafkan suatu barang. Wakaf dalam Islam bermakna perbuatan yang dilakukan oleh wakif atau orang yang berwakaf untuk memberi sebagian ataupun semua harta benda yang dipunyai demi keperluan ibadah serta kemakmuran masyarakat untuk selamanya.

Pernyataan pemberian wakaf harus disertai ucapan secara lisan bahwa harta benda kita akan diwakafkan. Contohnya, ketika kita mengatakan, “Tanah ini merupakan tanah wakaf, diwakafkan untuk umum.” Artinya, saat kita mengatakan hal itu, sudah terjadi akad wakaf.

Akan tetapi, jika kita mengatakan, “Aku akan mewakafkan tanah ini,” pada saat itu tidak terjadi apa-apa. Tanah yang kita sebutkan belum merupakan tanah wakaf. Tidak terjadi akad wakaf pada saat kita mengatakan seperti ini karena kalimat itu hanya menceritakan suatu kabar.

Adapun lafadz yang dengannya wakaf akan teranggap sah, para ulama membaginya menjadi dua bagian: 1. Lafadz yang sharih, yaitu lafadz yang dengan jelas menunjukkan wakaf dan tidak mengandung makna lain.

2. Lafadz kinayah, yaitu lafadz yang mengandung makna wakaf meskipun tidak secara langsung dan memiliki makna lainnya, namun dengan tanda-tanda yang mengiringinya menjadi bermakna wakaf.

Untuk lafadz yang pertama, maka cukup dengan diucapkannya akan berlaku hukum wakaf. Adapun lafadz yang kedua ketika diucapkan akan berlaku hukum wakaf jika diiringi dengan niat wakaf atau lafadz lain yang dengan jelas menunjukkan makna wakaf. (Lihat asy-Syarhul Mumti’)

Para ulama telah sepakat bahwasanya yang harus ada adalah lafadz dari yang mewakafkan. Jadi, wakaf adalah akad yang sah dengan datang dari satu arah. Adapun lafadz penerimaan (qabul) dari yang dituju dari wakaf tersebut tidak menjadi rukunnya. (Lihat Majalah al-Buhuts al-Islamiyyah edisi 77).(beritawakaf.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar