Jumat, 05 Mei 2017

Umat Islam Didorong Tingkatkan Wakaf Produktif

Mayoritas umat Islam belum terbiasa memberikan wakaf produktif. Sebab, biasanya wakaf diarahkan ke hal-hal yang bersifat sosial. "Selama ini, masyarakat hanya tahu bahwa wakaf itu berkenaan dengan pembangunan makam dan masjid," kata Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa Yuli Pujihardi kepada Republika di Jakarta, Selasa (24/3).

Yuli mengatakan, wakaf produktif memberi manfaat yang lebih besar kepada masyarakat dibandingkan wakaf sosial. Namun, sayangnya, wakaf produktif belum tersosialisasi secara baik. Sehingga, sedikit umat Islam yang memiliki pemahaman tentang hal ini.

Wakaf produktif adalah kegiatan mengubah aset wakaf menjadi aspek usaha yang menguntungkan. Hasil keuntungan dari usaha itu bisa dimanfaatkan untuk kegiatan sosial jangka panjang. Sehingga, kata Yuli, masyarakat yang membutuhkan bisa lebih merasakan manfaatnya.

Dompet Dhuafa selalu menggunakan wakaf produktif ketimbang wakaf sosial. Ia mengajak masyarakat mulai membiasakan diri memberikan wakaf produktif. Misalnya, kata Yuli, dengan menginvestasikan harta ke dalam bentuk bangunan ruko berbayar. Ruko itu, katanya, bisa disewakan yang hasilnya dimanfaatkan untuk masyarakat luas.

Yuli mengungkapkan, tidak jarang Dompet Dhuafa mengalami kesulitan menjelaskan wakaf produktif ke masyarakat. Hal ini, menurutnya, terjadi karena masyarakat belum sepenuhnya akrab dengan istilah maupun pengertian wakaf produktif. Kebanyakan masyarakat lebih akrab dengan wakaf sosial.

Meski begitu, Yuli mengatakan, Dompet Dhuafa terus menawarkan program-program wakaf produktif ke masyarakat. Ia mengatakan, masyarakat merespons sangat baik program wakaf produktif. Ini terbukti dari penawaran wakaf produktif yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Untuk bisa mengenalkan wakaf produktif, Yuli menyatakan, Dompet Dhuafa sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Misalnya, sosialisasi melalui media sosial dan promosi di media massa.

Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Iffah Ainurrochmah mengungkapkan, wakaf produktif sesungguhnya sudah tertera dalam ilmu fikih. Sebab itu, Iffah menyayangkan jika umat Islam belum mengetahui manfaat besar dari wakaf produktif dibandingkan wakaf sosial. "Ini sudah ada dalam ilmu fikih," ujar Iffah kepada Republika.

Iffah mengatakan, sistem wakaf produktif sebenarnya bukan hal baru. Wakaf ini telah ada sejak masa khilafah. Menurutnya, wakaf produktif juga telah dilakukan di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Umat Islam di Kairo, kata Iffah, menerapkan wakaf produktif dengan menjalankan moda transportasi berbayar. Hasil keuntungan transportasi ini kemudian disalurkan kepada para fakir miskin. "Bahkan, disalurkan dalam bentuk beasiswa," ujar Iffah.

Iffah mengakui wakaf produktif memiliki manfaat yang lebih besar dibandingkan wakaf sosial. Sebab, manfaat dari wakaf ini akan terus berkembang dan berlangsung lama. Selain itu, keuntungan wakaf produktif bisa dirasakan pengelola maupun masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial.

Iffah mengakui sebagian besar masyarakat belum memahami wakaf produktif. Penyebabnya, karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah. Iffah menyarankan agar pemerintah bisa memberikan penjelasan terkait pemanfaatan wakaf produktif ini ke masyarakat. Menurut Iffah, pemerintah bisa sosialisasikan hal ini melalui media massa.

Sebelumnya, Divisi Penelitian dan Pengembangan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Amelia Fauzia mengakui sulitnya mengajak masyarakat melakukan wakaf produktif. Ini karena cara berpikir masyarakat Indonesia menganggap wakaf harus dalam bentuk tanah yang tidak terurus atau masjid. "Belum banyak model wakaf produktif yang berhasil dan aplikatif sehingga masyarakat belum banyak yang tahu," katanya.

Amelia mencontohkan, misalnya, di atas lahan wakaf yang terdapat sebuah madrasah. Madrasah itu dihancurkan, dibangun kembali di tempat lain, dan sebagai gantinya dibangun pusat bisnis. Tentu resistensi dari masyarakat akan tinggi.

Selain mengalami kendala paradigma, wakaf produktif juga terkendala kapasitas mayoritas nazir (orang yang berwakaf) yang rendah. Sebab, perkembangan wakaf produktif sangat terkait dengan besarnya aset wakaf, kapasitas nazir, dan modal sosial, seperti pemahaman dan kepercayaan (trust).

Namun, Amelia mengakui pertumbuhan wakaf di Indonesia mengalami tren positif. Pertumbuhannya satu hingga dua persen per tahun. Aset wakaf di Indonesia per 2014 bernilai lebih dari Rp 1.100 triliun. (republika.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar