Selasa, 05 Desember 2017

Optimalisasi dan Modernisasi Pengelolaan Zakat

Optimalisasi dan modernisasi pengelolaan zakat tidak dapat jalan sendiri. Ada beberapa aspek penting yang terlebih dahulu harus dilakukan agar tujuan zakat sebagai solusi permasalahan umat dapat mencapai matlamat sesunguhnya. Di antara hal penting itu adalah:

1. Reformasi Mindset
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap muslim mengakui bahwa zakat adalah rukun Islam yang wajib dilakukan jika telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Namun permasalahannya adalah rukun Islam yang ketiga ini masih dianggap sebagai gerakan personal bukan ibadah sosial. Sehingga masih dikelola secara individu belum menjadi gerakan massif dan holistic, sehingga hasilnya tidak maksimal sebagai solusi masalah kemiskinan.

Untuk itu perlu ada perubahan mindset di kalangan umat bahwa zakat sesungguhnya bukan ibadah individu akan tetapi social sebab dia memang obat untuk kesenjangan sosial. Zakat bukan sekedar ibadah biasa, akan tetapi merupakan Jihad ekomomi yang membantu umat keluar dari rumah kemiskinan. Pengingkaran terhadap kewajiban berzakat bukan hanya mendapat azab akhirat akan tetapi juga hukuman di dunia. (Lihat: M. Quraish Shihab (1994).

2. Reinterpretasi Pemahaman Asnaf.
Penerima zakat atau asnaf ada delapan kelompok seperti yang telah disebutkan secara qot’i di dalam al-Quran, yaitu: Hanya saja zakat itu untuk fakir, miskin, amil, muallaf, perbudakan, fi sabilillah dan orang yang terlantar dalam perjalanan.

Dalam menafsirkan ayat di atas para penafsir dapat dikelompokkan kepada tekstualis dan kontekstualis. Kelompok pertama sangat rigid dan memahami apa adanya. Sementara kelompok kedua mencoba memperluas pemahaman ayat tersebut dan menyesuaikannya dengan kondisi semasa.

Pada aspek-aspek prinsip pemahaman tekstual sangat diperlukan sebagai basis atau tempat berpijak. Akan tetapi pemahaman kontekstual juga penting agar pemahaman agama itu tidak jumud dan statis, selama selaras dengan maqasid al-syariah yang terkandung dalam hakikat ayat tersebut.

Maka pengagihan dan penyaluran zakat konsumtif harus dialihkan lebih banyak kepada yang produktif. Amil yang bekerja secara manual harus berubah menjadi lembaga professional. Pembinaan muallaf yang tidak tersetruktur dialihkan menjadi muallaf center yang berfungsi sebagai asrama, pondok pesantren, bahkan pusat pelatihan kemahiran untuk para muallaf.

Agar masyarakat terbebas dari riba, maka al-Gharimin bisa dikembangkan menjadi koperasi syariah, BMT yang focus membantu masyarakat miskin.

Kalimat fi sabilillah yang pada awalnya diperuntukkan untuk orang yang berperang secara fisik, dapat dikembangkan menjadi peperangan pemikiran. Sehingga buku-buku dakwah dan pusat-pusat dakwah serta pengiriman juru dakwah ketempat tertentu dapat dibiayai dengan uang zakat yang dikelola secara professional.

Pemahaman sebahagian ulama bahwa zakat hanya boleh dibagikan di tempat harta itu didapatkan juga harus dipertanyakan kembali. Sebab banyak dalil yang membolehkan pemberian zakat kedaerah yang lain jika sangat diperlukan (Lihat: Abu Ubaid al-Qasimi (tt), Hal ini tentu membuktikan keuniversalan ajaran Islam. Reinter pretasi dan perluasan pemahaman seperti inilah yang sangat diperlukan agar pengelolaan zakat benar-benar mencapai sasarannya.

3. Modernisasi Lembaga Pengelola Zakat
Perubahan zaman membuat semua hal juga berubah, termasuk pemahaman dan pengelolaan zakat. Untuk itu perlu ada modernisasi di semua aspek yang berkaitan dengan zakat dari mulai pengumpulan (Fundraising), pendistribusian (Tasyarruf), pendayagunaan dan pengembangan. Ada beberapahal yang sesungguhnya dapat dilakukan, di antaranya:

Pertama, Meningkatkan kepercayaan public (Trust) terhadap lembaga-lembaga Pengelolaan Zakat, khususnya bentukan pemerintah yang sering beraroma negative. Kedua, Pengelolaan zakat berbasis Information Technology (IT) dan Information and Communication Technology (ICT). Ketiga, pendistribusian juga harus berdasarkan data yang valid dan tepatsasaran. Dalam hal ini bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi dapat dilakukan. Keempat Pendayagunaan dan Pemberdayaan yang bertujuan meningkatkan fungsi zakat kepada aspek yang lebih luas dan berdampak lebih maksimal,

Untuk itu Lembaga Pengelolaan Zakat harus mengoptimalkan perannya dengan melakukan beberapahal, di antaramya: Pertama, bekerjasama dengan MUI dan tokoh masyarakat untuk mencerahkan dan merubah mindset masyarakat, sehingga zakat bukan sekedar ibadah personal akan tetapisosial. Zakat tidak sekedar pelepas dahaga ekonomi sesaat dan konsumtif, akan tetapi obat pemberdayaan umat yang produktif.

Kedua, sosialisasi program yang lebih luas dan mapping yang akurat terhadap muzakki dan mustahiq, sehingga ada data bank yang valid bagi memudahkan pengumpulan dan pendistribusian zakat.

Ketiga, Harus ada upaya serius menyandingkan pajak dan zakat sehingga umat Islam yang sudah membayarkan zakatnya di Baznas dan LAZ dapat mengkonversikannya kepada kewajiban pajak yang harus dibayarkannya seperti termaktub dalam UU No. 36 tahun 2008. Untuk itu peran pemerintah sangat diperlukan.

Demikianlah tulisan singkat ini disampaikan sebagai gambaran bahwa optimalisasi dan modernisasi Lembaga Pengelola zakat, khususnya Baznas yang dilakukan secara optimal akan menjadi factor siknifikan untuk menentaskan kemiskinan dan meningkatkan perekonomian umat.

Untuk itu Lembaga Pengelolaan zakat, khususnya Baznas harus mampu menjadi lembaga kepercayaan umat sehingga dapat berperan lebih banyak. Manajemen terbuka dan bekerjasama dengan semua pihak adalah menjadi prinsip utama.
Dr. H. Saidul Amin, MA (Wakil Ketua II Baznas Riau)
(Sumber : baznas.riau.go.id/post/informasi/2017/08/151-ayo-berzakat-optimalisasi-dan-modernisasi-pengelolaan-zakat.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar