Selasa, 05 Desember 2017

Optimalisasi Pengelolaan dan Regulasi Zakat

Pengelolaan zakat kini sudah diberdayakan melalui profesionalisme pengelolaan, sebagaimana ditegaskan dalam UU 23/2011 bahwa Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) pusat bertugas untuk mengoordinasi seluruh lembaga zakat yang sudah terdaftar.

Fokus Baznas adalah sebagai regulator dan bukan operator yang bertujuan untuk mewujudkan suatu sistem yang terkoordinasi, rapi, serta bersinergi. Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah harus turut mendorong posisi Baznas sebagai unit lembaga publik yang operasionalnya hanya sebatas pada pengawasan, pembuatan peraturan, dan perlindungan.

Ini berarti bahwa dalam pelaksanaan pembayaran zakat memerlukan sebuah dorongan dan arahan supaya tujuan zakat dapat tercapai sesuai dengan ketentuan dan hukum Islam. Namun pengelolaan zakat secara profesional masih lebih terfokus di perkotaan, sementara di perdesaan, pelaksanaannya lebih banyak diserahkan kepada partisipasi pribadi masing-masing. Para muzaki (wajib zakat) cukup menyerahkan kepada mustahik (berhak penerima zakat)-nya di tempat tinggal masing-masing, tanpa menghiraukan pengelolaan yang lebih baik melalui badan amil zakat.

Tentu saja pengelolaan zakat secara terorganisasi dan profesional dimaksudkan agar zakat memberi manfaat optimal dalam pembinaan umat. Minimal ada nilai-nilai yang hendak diwujudkan, seperti mengupayakan zakat sebagai salah satu solusi bagi masalah perekonomian yang dihadapi sebagian besar masyarakat, yakni kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan. Bahkan untuk negara negara tertentu, zakat sudah diarahkan untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan, yakni sebagai instrumen jaminan sosial dalam upaya mengurangi kesenjangan antara si miskin dan si kaya serta memperkuat kemandirian ekonomi.

Tentu saja untuk mewujudkan harapan itu, pengelolaan zakat harus dilakukan secara terpadu dari lembaga penarik zakat dan secara bersama-sama menggerakkan zakat untuk memberdayakan umat. Jika zakat hanya menjadi gerakan individual yang tidak dikelola secara bersama sama, maka optimalisasi zakat hanya bersifat sementara dan tidak berkesinambungan.

Namun untuk mewujudkan pemberdayaan zakat secara berkesinambungan, masih ada sejumlah kendala, di antaranya, pertama, rendahnya tingkat kesadaran umat dalam menunaikan kewajiban zakat. Banyak orang kaya yang punya tabungan ratusan juta rupiah. bahkan miliaran rupiah, belum semuanya sadar untuk membayar zakat.

Kedua, rendahnya tingkat kepercayaan para muzaki terhadap pengelola zakat, baik yang berasal dari masyarakat maupun dari aparat pemerintah. Hal itu terkait dengan kondisi tingkat integritas dan kejujuran aparat pemerintah yang masih rendah. Para muzaki masih meragukan mental dan perilaku aparat. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus korupsi di negeri ini. Akibatnya berimbas pada rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kejujuran aparat pemerintah yang ditugasi mengelola zakat.

Ketiga, masih terdapat silang pendapat di antara ulama dalam zakat profesi. Sebagian ulama berpendapat wajib, dan sebagian lainnya mengatakan tidak wajib. Bagi ulama yang menyatakan wajibnya zakat profesi adalah di-qiyas-kan dengan zakat pertanian. Begitu pertanian panen dan telah memenuhi nishab-nya, wajib berzakat, tanpa harus menunggu haul (tahun). Sementara ulama yang menyatakan zakat profesi tidak wajib berargumentasi tidak ada dalilnya. Padahal potensi hasil dari zakat profesi ini cukup besar.

Berdasarkan penelitian tahun 2011 yang dilakukan Baznas bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), diketahui bahwa potensi zakat di Indonesia sampai tahun 2013 sangat besar, yaitu sekitar 217 triliun atau sebesar 3,4 persen dari PDB Indonesia. Hasil penghimpunan zakat dari lembaga-lembaga zakat tahun 2012 mencapai Rp 2,2 triliun. Jelas masih ada banyak kesenjangan antara potensi dan realisasi penerimaan zakat.

Meski demikian, ada kemajuan yang signifikan dilihat dari penerimaan zakat setiap tahun. Pada 2008 mencapai Rp 920 miliar, tahun 2009 mencapai Rp 1,2 triliun atau ada peningkatan sebesar 30,43 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penerimaan tahun 2010 sebesar Rp 1.5 triliun atau meningkat sebesar 25 persen, tahun 2011 mencapai Rp 1,73 triliun atau meningkat sebesar 15 persen, dan tahun 2012 mencapai Rp 2.2 triliun meningkat sebesar 27,17 persen.

Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia dari sisi jumlah penduduk. Namun kesadaran masyarakat Muslim untuk membayar zakat masih rendah, sehingga penerimaan zakat juga kurang optimal. Kesadaran membayar zakat, masih sebatas membayar zakat fitrah yang dikeluarkan saat puasa Ramadan. Padahal potensi zakat lain nilainya bisa lebih tinggi lagi, antara lain zakat dari kepemilikan emas dan perak, pertanian, perdagangan, uang simpanan atau deposito, investasi, hadiah atau bonus perusahaan, hibah dan peternakan.

Jika hanya zakat fitrah yang dihitung, maka jumlahnya tidak terlalu besar. Dengan memperhitungkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 230 juta jiwa dan populasi Muslim diperkirakan mencapai 87 persen, maka populasi Muslim kurang lebih ada sekitar 200 juta jiwa. Jika jumlah penduduk miskin Indonesia ada sekitar 30 persen dan penduduk hampir miskin sekitar 20 persen, maka wajib zakat ada sekitar 100 juta jiwa. Jika setiap jiwa mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 kg atau setara dengan Rp 25.000, maka potensi zakat fitrah mencapai Rp 2,5 triliun.

Potensi terbesar adalah zakat mal. Berdasarkan analisis perhitungan Litbang Kompas (Kompas, 3 Agustus 2013), potensi zakat dari penghasilan profesi tak kurang dari Rp 6,7 triliun per bulan atau Rp 80,3 triliun per tahun. Jumlah tersebut dihitung dengan asumsi nilai penghasilan minimal kena zakat (nisab) saja. Jadi, potensi zakat sesungguhnya bisa lebih tinggi lagi. Karena jumlah tersebut hanya potensi dari zakat profesi (penghasilan). Padahal potensi zakat lain nilainya bisa lebih tinggi lagi, antara lain zakat dari kepemilikan emas dan perak, pertanian, perdagangan, uang simpanan atau deposito, investasi, hadiah atau bonus perusahaan, hibah dan peternakan.

Data Bank Indonesia menyebutkan jumlah simpanan dalam bentuk giro, tabungan dan simpanan berjangka, baik dalam mata uang rupiah maupun asing pada akhir tahun 2012, sebesar Rp 3.225 triliun. Jika diasumsikan separuhnya dari simpanan dana itu milik umat Islam, estimasi zakat mal setelah setahun jumlahnya tak kurang dari Rp 40 triliun.

Potensi pertumbuhan kelas menengah Muslim juga terus meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas pendidikan dan kualitas kesejahteraannya. Kualitas kesejahteraan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik, sehingga banyak muncul kelas menengah baru.

Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan kelas menengah paling pesat. Survei yang dilakukan McKinsey Global Institute (2012) menyebutkan Indonesia berpotensi menjadi negara maju, setidaknya akan tercapai pada tahun 2030. McKinsey Global Institute juga memperkirakan ekonomi Indonesia menjadi terbesar ke-7 dunia pada 2030 mendatang.

Menurut The Boston Consulting Group, golongan kelas menengah Indonesia membelanjakan uang per bulan minimal Rp 2 juta hingga lebih dari Rp 7,5 juta per rumah tangga. Pada tahun 2012, golongan ini jumlahnya mencapai 73,9 juta jiwa.

Sementara berdasarkan laporan Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia, jumlah kelas menengah di Indonesia periode 1999-2010 naik sekitar 7,85 persen per tahun. Jumlah kelas menengah tahun 2010 mencapai 56,5 persen dari total populasi atau sekitar 134 juta jiwa. Kelompok ini membelanjakan uang 2 dolar AS hingga lebih dari 20 dolar AS per kapita per hari.

McKinsey Global Institute juga memperkirakan pada tahun 2030 pertumbuhan kelas konsumen Indonesia bisa menjadi 135 juta dari 45 juta penduduk yang saat ini berpendapatan US$ 3.600 per kapita per tahun.

Kita sudah memiliki landasan yang kuat untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat melalui UU 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat, namun harus diakui implementasinya belum optimal. Meski sudah berjalan, namun undang undang tersebut belum optimal sebagai landasan operasional dalam upaya menyukseskan gerakan zakat.

Melalui undang undang tersebut diharapkan pengumpulan zakat dapat dikelola secara profesional dengan kemanfaatan secara berkelanjutan untuk umat. Zakat tidak hanya dkelola secara partisipatif individual, tetapi juga tersentralisasi secara kelembagaan.

Sentralisasi pengelolaan zakat juga dilakukan Rasulullah SAW dan para kalifah dan merupakan sentralisasi pengelolaan zakat pada negara, karena Rasulullah saw dan para khalifah yang mengumpulkan dan mengelola zakat dalam kapasitas sebagai penguasa. Namun Indonesia bukan negara agama, tetapi negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim, diperlukan jalan tengah, yakni peran negara dan masyarakat tidak dalam posisi paradoksal, melainkan dua posisi yang bersinergi. Peran negara dalam pelayanan sosial keagamaan tetap berjalan, tanpa mengabaikan partisipasi masyarakat atau individu. Tentu saja komitmen serius dari kalangan ulama dan intelektual muslim juga sangat diperlukan.

Artinya, pelaksanaan zakat hendaknya tidak dibiarkan menggelinding begitu saja, tidak ada yang mengurusi secara sungguh-sungguh. Karena nanti hasilnya tidak akan pernah mampu menjawab problematika yang dihadapi masyarakat miskin. Zakat akan menjadi sebuah slogan kosong, sekadar teks dalam kitab suci dan tidak ada artinya dalam implementasinya.

Revitalisasi dan optimalisasi zakat dapat ditempuh melalui penguatan tata kelola zakat, penguatan kelembagaan organisasi zakat, penguatan regulasi dan penegakkan hukumnya, termasuk perlunya dukungan politik dan penguatan pengawasan zakat. Dengan masuknya pemerintah sebagai agen utama penggerak zakat, maka zakat nantinya bisa diharapkan membawa manfaat sebagai pilar redistribusi kesejahteraan nasional. Dan dalam pelaksanaannya, idealnya memang zakat dikelola oleh negara, yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat.

(Sumber : beritasatu.com/blog/ekonomi/2764-optimalisasi-pengelolaan-dan-%09regulasi-zakat.html)
Penulis : Aunur Rofiq Politisi DPP PPP Sekarang menjadi Ketua Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan DPP PPP, Pembina Himpunan Pengusaha Santri Indonesia, praktisi Bisnis Perkebunan dan Pertambangan. Aunur Rofiq bisa dihubungi di: aunur_ro@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar